Rabu, 06 Februari 2013

m/s kuadrat Chapter 2 : Proklamasi


Sore ini tampak indah. Tak peduli cerah atau mendung, tak peduli hujan atau panas, basah atau kering, ah lagipula siapa yang peduli dengan itu. Sekarang ini upacara penutupan MOS sedang berlangsung. Pssstt..  jangan berisik, meskipun ini menyenangkan dan amat layak disambut dengan pesta terompet dan kembang api. Teman, lihatlah raut muka itu, raut muka orang-orang yang berdiri di lapangan itu. Bahagia sekali bukan? Kami para pendatang baru di SMA ini menyambutnya dengan penuh suka cita. Jika boleh berlebihan, kami seperti miniatur rakyat Indonesia 17 Agustus tahun 1945 silam, di halaman kediaman Bung Karno, dengan semangat dan penuh khidmat merayakan proklamasi Indonesia. Merdeka! Merdeka! Merdeka! Kami baru saja mengusir sekelompok  penjajah bernama “senior”.

Sebegitu bencinyakah kami dengan orang-orang itu, hingga upacara ini seperti jurang pemisah antara si baik dan si jahat? Kalian yang sudah pernah mos pasti sudah pernah ngerasain gimana mereka begitu menyebalkan. Sebuah aturan yang menyebutkan kalau senior selalu benar dan jika senior salah kembali ke pasal sebelumnya sudah cukup mewakili alasan konkrit atas kebencian kami. Dalam sehari, kami mendapatkan tugas seabreg dan harus dikumpulin besok pagi. Padahal selama mos, kami meninggalkan sekolah jam 4 sore dan kembali ke sekolah jam setengah 7 pagi. Buat siswa sepertiku yang rumahnya jauh dan harus menghabiskan waktu setengah jam buat perjalanan tentu menjadi beban tersendiri. Dan kalau hasilnya nggak memuaskan, mereka akan memaki, membentak dan menghukum kami sekenanya. Mereka benar-benar sukses menempatkan diri mereka ke dalam karakter yang super antagonis.

Tapi itu sebelum sore ini. Melalui proklamasi ini, kita hilangkan dendam dan berjanji akan hidup rukun di sekolah ini sebagai adik dan kakak. Lagian kalau dipikir-pikir, Baharangan tidak akan sesolid ini dalam waktu sesingkat ini kalau mereka nggak ngasih berbagai spesies tugas kelompok yang berat. Buah yang asam bisa saja jadi penyembuh bagi luka kita. Jadi, dengan sedikit terpaksa, kalian kami maafkan, Kakak-kakak..

Masih dalam suasana gembira, “sang proklamator” pembina MOS mengumumkan tentang diadakanya kemah bakti sosial di Desa Dawuhan Kulon, Kedung Banteng,  2 hari setelah ini. Letaknya di bukit, agak jauh dari pusat kota. Kabar ini disambut tundukan lesu para peserta,
“Arrghh.. Kal
au begini terus kapan bisa tidur siang, Pak guru!”, beberapa orang siswa berbisik-bisik mengeluh.
“SMA kayak gini ya, rempong.”

“Baksosnya di hotel kekk.”
Mama, papa, aku kangen”, dan beberapa anak kost newbie meratapi nasibnya.
Kalau aku, pada dasarnya bukanlah orang yang suka berkemah, tapi
nggak tau kenapa kali ini aku merasa sangat bersemangat.
Pasti akan menyenangkan, pikirku.  Kami akan menginap di bukit itu selama tiga hari. Bertempat tinggal di tenda bersama Baharangan, bertetanggakan siswa-siswi SMA dengan tendanya masing-masing dan lingkungan yang sejuk dan asri menjadi kampung kami.
Waahh pasti seru nih ^^

m/s kuadrat Chapter 1 : Baharangan
m/s kuadrat Chapter 2 : Proklamasi

3 komentar:

  1. bahasanya ada yang ngeganjel
    tapi mantap bos! bagus.
    chapter 3-nya ditunggu :D ganbatte

    BalasHapus
  2. maaf ye, saya bukan orang sastra soalnya. hehe
    sementara ini saya mau siap-siap un dulu bos. wishmeluck! :D

    BalasHapus
  3. ini cerita pribady yah gan?? :D

    BalasHapus