Sore ini tampak
indah. Tak peduli cerah atau mendung, tak peduli hujan atau panas, basah atau kering, ah lagipula
siapa yang peduli dengan itu. Sekarang ini upacara penutupan MOS sedang
berlangsung. Pssstt.. jangan berisik,
meskipun ini menyenangkan dan amat layak disambut dengan pesta terompet dan kembang api. Teman, lihatlah raut muka itu, raut muka
orang-orang yang berdiri di lapangan itu. Bahagia sekali bukan? Kami para pendatang baru di SMA
ini menyambutnya dengan penuh suka cita. Jika boleh berlebihan, kami seperti
miniatur rakyat Indonesia 17 Agustus tahun 1945 silam, di halaman kediaman Bung
Karno, dengan semangat dan penuh khidmat merayakan proklamasi Indonesia.
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Kami baru saja mengusir sekelompok penjajah bernama “senior”.
Sebegitu bencinyakah kami dengan orang-orang itu, hingga upacara ini
seperti jurang pemisah antara si baik dan si jahat? Kalian yang sudah pernah
mos pasti sudah pernah ngerasain gimana mereka begitu menyebalkan. Sebuah
aturan yang menyebutkan kalau senior selalu benar dan jika senior salah kembali
ke pasal sebelumnya sudah cukup mewakili alasan konkrit atas kebencian kami. Dalam
sehari, kami mendapatkan tugas seabreg dan harus dikumpulin besok pagi. Padahal
selama mos, kami meninggalkan sekolah jam 4 sore dan kembali ke sekolah jam
setengah 7 pagi. Buat siswa sepertiku yang rumahnya jauh dan harus menghabiskan
waktu setengah jam buat perjalanan tentu menjadi beban tersendiri. Dan kalau
hasilnya nggak memuaskan, mereka akan memaki, membentak dan menghukum kami
sekenanya. Mereka benar-benar sukses menempatkan diri mereka ke dalam karakter
yang super antagonis.
Tapi itu sebelum sore ini. Melalui
proklamasi ini, kita hilangkan dendam dan berjanji akan hidup rukun di sekolah
ini sebagai adik dan kakak. Lagian kalau dipikir-pikir, Baharangan tidak akan
sesolid ini dalam waktu sesingkat ini kalau mereka nggak ngasih berbagai spesies
tugas kelompok yang berat. Buah yang asam bisa saja jadi penyembuh bagi luka
kita. Jadi, dengan sedikit terpaksa, kalian kami maafkan, Kakak-kakak..
Masih dalam
suasana gembira, “sang proklamator” pembina MOS mengumumkan tentang diadakanya
kemah bakti sosial di Desa Dawuhan Kulon, Kedung Banteng, 2 hari setelah ini. Letaknya di bukit, agak
jauh dari pusat kota. Kabar ini disambut tundukan lesu para peserta,
“Arrghh.. Kalau begini terus kapan bisa tidur siang, Pak guru!”, beberapa orang siswa berbisik-bisik mengeluh.
“SMA kayak gini ya, rempong.”
“Baksosnya di hotel kekk.”
“Mama, papa, aku kangen”, dan beberapa anak kost newbie meratapi nasibnya.
Kalau aku, pada dasarnya bukanlah orang yang suka berkemah, tapi nggak tau kenapa kali ini aku merasa sangat bersemangat.
Pasti akan menyenangkan, pikirku. Kami akan menginap di bukit itu selama tiga hari. Bertempat tinggal di tenda bersama Baharangan, bertetanggakan siswa-siswi SMA dengan tendanya masing-masing dan lingkungan yang sejuk dan asri menjadi kampung kami. Waahh pasti seru nih ^^
m/s kuadrat Chapter 1 : Baharangan
m/s kuadrat Chapter 2 : Proklamasi
“Arrghh.. Kalau begini terus kapan bisa tidur siang, Pak guru!”, beberapa orang siswa berbisik-bisik mengeluh.
“SMA kayak gini ya, rempong.”
“Baksosnya di hotel kekk.”
“Mama, papa, aku kangen”, dan beberapa anak kost newbie meratapi nasibnya.
Kalau aku, pada dasarnya bukanlah orang yang suka berkemah, tapi nggak tau kenapa kali ini aku merasa sangat bersemangat.
Pasti akan menyenangkan, pikirku. Kami akan menginap di bukit itu selama tiga hari. Bertempat tinggal di tenda bersama Baharangan, bertetanggakan siswa-siswi SMA dengan tendanya masing-masing dan lingkungan yang sejuk dan asri menjadi kampung kami. Waahh pasti seru nih ^^
m/s kuadrat Chapter 1 : Baharangan
m/s kuadrat Chapter 2 : Proklamasi
bahasanya ada yang ngeganjel
BalasHapustapi mantap bos! bagus.
chapter 3-nya ditunggu :D ganbatte
maaf ye, saya bukan orang sastra soalnya. hehe
BalasHapussementara ini saya mau siap-siap un dulu bos. wishmeluck! :D
ini cerita pribady yah gan?? :D
BalasHapus