Sabtu, 02 Februari 2013

m/s kuadrat Chapter 1 : Baharangan

Revolusi adalah perubahan yang sangat cepat, radikal, menghancurkan seluruh tatanan lama untuk digantikan dengan tatanan baru, dan seringkali disertai dengan pengorbanan. Itulah pengertian revolusi yang aku tau. Ehm eh emangnya aku siapa sih kok tiba-tiba ngomongin revolusi? Bukan bukan, aku bukan guru kewarganegaraan. Aku hanyalah remaja ganteng yang lagi terjebak pahit manisnya revolusi. Revolusi dalam konteks ini adalah revolusi di kala aku harus secepatnya berhijrah dari dunia SMP, dan menuju sebuah masa yang indah menurut pandangan orang-orang terdahulu, ialah masa SMA. 

Selain sedih karena harus mengorbankan banyak hal indah di SMP, tak bisa dipungkiri juga kalau revolusi ini memberikan suntikan semangat dan rasa penasaran, seperti di pagi ini. Itu karena beberapa menit lagi aku akan berangkat, sekolah baruku sudah menanti. Sebuah SMA yang menurut banyak sumber merupakan satu dari sekian sekolah terbaik di Purwokerto. Aku nggak menyangka bisa diterima di sini, amazing sekali. Meski jaraknya sejauh 18 km dari kediamanku di Ajibarang, setidaknya inilah langkah awal yang baik untuk mencapai masa depan terbaiku. Ini tantangan, bersekolah di sekolah rintisan bertaraf dan bertarif internasional, sekolah yang menerapkan kedisiplinan tinggi, berjumpa dengan siswa-siswi jenius, dan bergaul dengan lingkungan baru adalah tantangan hidup yang keren. Setidaknya itulah pikiranku sebelum benar-benar mendaratkan kakiku di gedung sekolah itu. 

Dalam perjalanan suci dari rumah ke sekolah, aku yang membonceng bapaku terus melamun. Memikirkan hal-hal yang kemungkinan akan terjadi setelah kakiku menginjak lantai sekolah baruku. Berkenalan dengan banyak teman, bertemu guru baru dan kantin dengan menu makanan yang baru.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, sampailah kami di tujuan. Ratusan ekor bocah berpakaian biru putih sudah berbaris rapi di lapangan. Tanpa digiring dengan pecut dan celurit, aku bergabung dengan barisan secara otomatis. 

Usai upacara pembukaan mos, aku disibukan dengan pencarian ruangan. Mulai hari ini aku resmi menjadi siswa X-4 dengan Baharangan sebagai nama kelompoknya. Setelah sempat beberapa kali nyasar, akhirnya kutemukan sebuah kelas dengan label Baharangan tertempel di pintunya. Baharangan adalah nama sungai di Kalimantan Selatan. Kelas kami disebut Baharangan karena itu memang kehendak panitia MOS. Merekalah yang mengatur semuanya.

"Lu mah mbuntutin gua mulu", sapa seorang anak bernama Ma'ruf. Dia sepupuku, dia selalu satu sekolah denganku sejak bangku MI lalu SMP, dan bahkan sekarang kami sekelas.
"Elu yang buntut!"
"Hehe.. mungkin ini indikasi kalau kita jodoh, Bung!"
"Oh Shit"

Untuk sementara ini, nggak ada seorang pun yang aku kenal selain Ma’ruf di ruangan ini. Tapi tempat dudukku cukup jauh darinya. Dia di depan sedangkan aku duduk di pojok belakang, sendirian pula.
Dari pintu masuk, munculah sesosok pria chinese dengan mata sitip dan badanya yang tinggi. Ia juga terlambat masuk kelas dan akhirnya bernasib sama denganku, duduk di belakang di sampingku. 
"Hai, aku Goldy. Kamu siapa? Masuknya sudah lama ya? Eh itu disuruh ngapain sih, ribet banget kayaknya?" Ternyata di balik tampangnya yang sangar, dia ramah juga. Bahkan terlalu ramah untuk seorang teman baru.

Tak butuh waktu lama untuk dapat mengenal seluruh isi kelas. Kini kami semua saling mengenal dan hanya dengan MOS, Baharangan menjelma menjadi sebuah tim yang solid. Tugas-tugas MOS yang berat dan berbagai variasi hukuman dari para senior telah menyatukan kami, solidaritas awal yang baik telah terjalin sukses.


m/s kuadrat Chapter 1 : Baharangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar