Naskah Drama
Judul Cerpen : Akan Kusimpan Ini Buat Ayah
Pengarang : Muga Nayar
Pemain : 1 Garih
2. Lilik
3. Zul
4. Kakek (Ayah Garih)
Panggung menggambarkan ruangan kamar di sebuah rumah sederhana.Pada sebuah malam,tampak sepasang suami istri,Garih dan Lilik sedang membicarakan hal yang serius.Lilik tidak senang jika Ayah Garih yang sudah renta tinggal di rumah mereka karena ia hanya akan merepotkanya.
Lilik : “Apa kita bunuh saja,Bang?Aku sudah nggak tahan lagi.”
Garih : “Sabar,Lik…nanti juga mati sendiri kok.”
Lilik : “Gimana kalau kita bawa saja dia ke hutan,lalu kita tinggalkan dia di sana.”
Garih : (Terdiam dan berpikir)
Lilik : “Gimana,Bang?Bisa kan?,”(Sedikit merengek)
Garih : “Bapak kan sudah tua,umurnya sudah 82 tahun dan ibu sudah meninggal.
Bagaimana mungkin kita membiarkanya hidup sendiri?Siapa yang
mengurusnya?Lagi pula Bapak bisa menemani Zul anak kita saat kita pergi ke
sawah.”
Lilik : “Mulai besok aku ngga mau kerja di sawah lagi,Bang,capek.”
Garih : “Ya sudah,kamu di rumah saja.”
Lilik : “Tapi saya ngga mau ngurus Bapak,ngrepotin saja.Lagi pula kenapa tidak suruh
bapakmu ke sawah?”
Garih : “Lik..dengar,Bapak dulu memang suka bekerja berat.Tapi itu dulu,sewaktu
masih muda.Tapi sekarang,Bapak sudah tua.Jangankan mengangkat kayu,
berjalan pun sudah kesulitan.”
Lilik : “Bang,pikirlah.Saya makan hati kalau begini terus.Nggak tahan.”
Garih : (Menghela nafas sambil menggelengkan kepala dan sesekali memejamkan
mata)
Lilik : “Pokoknya saya ngga mau bapakmu tinggal lagi di sini titik,”(membelakangi
Garih)
Garih : (Tidak menjawab,terdiam dan mencoba untuk terlelap)
Panggung menggambarkan halaman rumah yang luas di sebuah pedesaan.Ketika Garih
baru saja menghirup udara pagi,dipandanginya Zul yang begitu gembira bermain-main
bersama kakeknya.
Zul : “Kakek sini,Kek.”
Kakek : “Ada apa cucuku?”
Zul : “Lihat,ada katak!Ayo kita tangkap,Kek”
Kakek : “Eehh..jangan,kasihan.Biarkan saja dia hidup cucuku,dia sedang mencari makan
buat anak-anaknya.”
Zul : “Oohh…darimana kakek tau kalo dia punya anak?”
Kakek : “Emm..hahaha kau ini,sudahlah.Kita main yang lain saja yukk?”
Zul : “Oke,Kek.“
Garih : (Berbicara sendiri)
“Oh,kenapa ini harus terjadi?Aku harus memilih antara istriku yang cantik dan
bapakku yang begitu penyayang.Siapa yang harus aku pilih?”(diam sejenak lalu
meraih beberapa potongan bambu tipis,dan menganyamnya)
Zul : “Mau bikin apa,Yah?”
Garih : “Nanti juga kamu tau.”
Zul : “Bikin kandang ayam?”
Garih : “Hmm..pergilah bermain bersama kakek,jangan ganggu ayah.”
Beberapa saat kemudian..
Garih : (menatap sebuah keranjang besar yang baru saja dibuatnya)
“Zul…zul…kesini.”
Zul : “Ya,Ayah,ada apa?”(berlari mendekat)
Garih : “Ayo kita ke hutan berburu kelinci,ajaklah Tobi.”
Zul : “Asiik…asikk…Kita berburu kelinci.Kakek diajak juga ya,Yah?”
Garih : “Iya..Kakek kita ajak dan ayah akan menggendongnya dengan keranjang ini.”
Zul : “Ohh..jadi keranjang itu buat menggendong kakek ya,Yah?”
Garih : “Iya..Kakekmu kan sudah sulit berjalan,kasihan nanti kalau harus berjalan jauh.”
Zul : “Oh iya,betul juga kata ayah.”
Panggung menggambarkan hutan dengan suasananya yang sepi dan gelap.Garih,Zul dan
kakeknya telah sampai di tengah hutan,kemudian Garih meletakan keranjang yang berisi
ayahnya itu ke tanah dan meninggalkanya begitu saja.
Zul : “Kenapa kakek kita tinggal di sana?”
Garih : “Biarlah hari mulai gelap,kakekmu tidak apa-apa di sana.”
Zul : “Tapi,Ayah,Kasihan kakek nanti dimakan macan.”
Garih : “Sudahlah,Nak,kita harus pulang sekarang.Lihat sudah gelap!“(sambil berjalan
cepat dan menyeret Zul)
Zul : (merengek kesakitan)
Panggung menggambarkan ruangan pada sebuah rumah sederhana.Zul tidak
henti-hentinya menangisi kakeknya.
Zul : “Ayo kita susul kakek,Bu?”(merengek dan memelas)
Lilik : (tanpa menatap lalu masuk ke kamar)
Zul : “Ayah kenapa kita tidak menjemput kakek?Ayo ayah,kasihan kakek.”
Garih : “Pasti kakekmu telah dimakan binatang buas anaku.Kita tidak bisa menolongnya
lagi,nanti kita juga akan disantap oleh binatang itu.”
Zul : “Bohong…Ayah meninggalkan kakek di sana!”(tangis kembali pecah)
Beberapa saat kemudian..
Zul : “Baik,Yah,Zul mengerti.Yang Zul inginkan hanyalah keranjangnya saja.”
Garih : (berpikir sejenak)
“Baiklah anaku.Kalau itu permintaanmu,besok ayah akan kembali ke tempat
itu.”
Kembali ke setting hutan,Garih menatap keranjang besar buatanya.Yang tersisa dalam keranjang itu hanyalah kaos yang terakhir kali dipakai ayahnya yang bersimbah darah dan berserakan.
Garih : (menitihkan air mata)
“Maafkan aku ayah.”
Beberapa hari kemudian,
Lilik : “Wah…akhirnya kita lepas dari beban,kau hebat suamiku.”
Garih : “Iya sayang,aku bersedia melakukan apapun untukmu.”
Lilik : Tersenyum,
“Makasih,Sayang.”
Garih : (membalas dengan senyuman)
“Zul,mau kau jadikan apa keranjang itu anaku?Setiap hari kau hanya mengurusi
keranjang itu saja.Bukankah kau harus membawa anjingmu pergi jalan-jalan?
Bukankah kau senang pergi bersama teman-temanmu ke kubang,mandi lumpur
dengan kerbau milik kita?”
Zul : “Iya ayah.Zul ingin merawat keranjang ini,agar tidak rusak dimakan debu dan
rayap.”
Garih : “Buat apa anaku?Kalaupun rusak,ayah akan buatkan keranjang yang jauh lebih
bagus dari itu.”
Zul : “Tidak apa-apa,Ayah.Keranjang bambu ini sengaja Zul simpan agar nanti
ketika dewasa,Zul bisa membawa ayah ke dalam hutan seperti ketika ayah
membawa dan meninggalkan kakek.Masih ingat kan,Ayah?”(sambil terus
membersihkan keranjang itu)
Garih : (Berbicara dalam hati)
“Astaga!Aku sadar sekarang,aku telah melakukan sebuah kesalahan yang
besar,sangat besar!Kini apa yang harus aku lakukan?Bagaimana aku
menjelaskanya pada Zul ketika dewasa nanti?Ya Alloh,ampunilah dosa
hambamu ini,berilah hamba jalan yang benar.Semua ini telah
membutakan mataku ya Allah,”(meneteskan air mata)
Akhirnya Garih sadar dan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosanya,dan seiring berjalanya waktu,Lilik pun sadar telah melakukan hal yang salah.Sehingga mereka hidup dengan penyesalan yang selalu membayangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar